Translate

Selasa, 29 April 2014

jurnal: Menuju Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Melalui Cloud Computing

447
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung
Menuju Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Melalui Cloud Computing
Eko Setia Pinardi, STEI ITB
Puslitbang Tanaman Pangan – Badan Litbang Pertanian
Abstrak
Pertanian berkelanjutan merupakan tujuan strategis idaman pembangunan pertanian seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Pesatnya kemajuan IPTEK termasuk kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) hingga hadirnya teknologi Cloud computing atau komputasi awan akan sangat membantu tercapainya
tujuan di atas. Pembangunan pertanian berkelanjutan dalam era globalisasi ini meningkatkan ketahanan
pangan, ketahanan ekonomi, politik, sosial dan budaya.
TIK berperan dalam mendukung tersedianya informasi pertanian yang relevan dan tepat waktu. Informasi
hasil-hasil penelitian dan inovasi teknologi di bidang pertanian membantu upaya peningkatan produksi
komoditas pertanian, sehingga tercapai pembangunan pertanian yang diharapkan. Informasi dan pengetahuan
tentang pertanian akan menjadi pemicu dalam menciptakan peluang untuk pembangunan pertanian dan
ekonomi sehingga terjadi pengurangan kemiskinan. TIK dalam sektor pertanian yang tepat waktu dan relevan
memberikan informasi yang tepat guna kepada petani untuk pengambilan keputusan dalam berusahatani,
sehingga efektif meningkatkan produktivitas, produksi dan keuntungan.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang konsep pemanfaatan cloud computing untuk
mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan, melalui virtualisasi, standarisasi dan fitur mendasar dari
cloud computing. Cara ini dapat mengurangi biaya Teknologi Informasi (TI), menyederhanakan pengelolaan
layanan TI, dan mempercepat penghantaran layanan informasi dan pengetahuan pertanian kepada
penggunanya.
Keywords: cloud computing, teknologi informasi dan komunikasi.
PENDAHULUAN
Sejak akhir tahun 1980’an kajian dan diskusi untuk
merumuskan konsep pembangunan berkelanjutan yang
operasional dan diterima secara universal terus berlanjut.
Pezzy (1992) mencatat, 27 definisi konsep berkelanjutan dan
pembangunan berkelanjutan, dan tentunya masih ada banyak
lagi yang luput dari catatan tersebut. Walau banyak variasi
definisi pembangunan berkelanjutan, termasuk pertanian
berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah yang bertumpu
pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi (Munasinghe,
1993). Dengan perkataan lain, konsep pembangunan
berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan,
yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan
kehidupan sosial manusia (people), keberlanjut-an ekologi
alam (planet), atau pilar Triple-P.
Implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) pada sektor pertanian adalah
pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Konsep
pembangunan berkelanjutan mulai dirumuskan pada akhir
tahun 1980’an sebagai respon terhadap strategi pembangunan
sebelumnya yang terfokus pada tujuan pertumbuhan ekonomi
tinggi yang terbukti telah menimbulkan degradasi kapasitas
produksi maupun kualitas lingkungan hidup. Konsep pertama
dirumuskan dalam Bruntland Report yang merupakan hasil
kongres Komisi Dunia Mengenai Lingkungan dan
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa:
“Pembangunan berkelanjutan ialah pembangun-an yang
mewujudkan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk mewujudkan
kebutuhan mereka” (WCED, 1987).
Berdasarkan definisi pembangunan berkelan-jutan tersebut,
Organisasi Pangan Dunia mendefinisikan pertanian
berkelanjutan sebagai berikut:
……manajemen dan konservasi basis sumberdaya alam, dan
orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna
menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia
generasi saat ini maupun mendatang. Pembangunan pertanian
berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdaya genetik
tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat
guna secara teknis, layak secara ekonomis, dan diterima
secara sosial (FAO, 1989).
Pertanian berkelanjutan merupakan tujuan strategis idaman
pembangunan pertanian seluruh dunia, termasuk Indonesia.
448
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung
Pesatnya kemajuan IPTEK termasuk kemajuan di bidang
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) hingga hadirnya
teknologi Cloud computing atau cloud computing akan sangat
membantu tercapainya tujuan di atas. Pembangunan pertanian
berkelanjutan dalam era globalisasi ini meningkatkan
ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, politik, sosial dan
budaya.
TIK berperan dalam mendukung tersedianya informasi
pertanian yang relevan dan tepat waktu. Informasi hasil-hasil
penelitian dan inovasi teknologi di bidang pertanian
membantu upaya peningkatan produksi komoditas pertanian,
sehingga tercapai pembangunan pertanian yang diharapkan.
Informasi dan pengetahuan tentang pertanian akan menjadi
pemicu dalam menciptakan peluang untuk pembangunan
pertanian dan ekonomi sehingga terjadi pengurangan
kemiskinan. TIK dalam sektor pertanian yang tepat waktu
dan relevan memberikan informasi yang tepat guna kepada
petani untuk pengambilan keputusan dalam berusahatani,
sehingga efektif meningkatkan produktivitas, produksi dan
keuntungan.
Permasalahan
Permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan
dengan pemanfaatan TIK dalam bidang Pertanian adalah
belum terbangunnya secara efisien sistem TIK bidang
Pertanian mulai dari hulu (penelitian tinggi dan strategis)
sampai hilir (pengkajian teknologi spesifik lokasi dan
diseminasi penelitian kepada petani). Efisiensi sistem TIK di
sektor pertanian ini perlu dibangun melalui sinkronisasi
program litbang pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan
sinkronisasi program litbang pertanian dengan lembaga
penelitian lainnya. Selain itu, efisiensi sistem TIK bidang
pertanian ini perlu didukung dengan sistem pendidikan
pertanian yang mampu menghasilkan peneliti yang berkemampuan
(competent) dan produktif (credible). Juga perlu
dibangun kembali sistem diseminasi hasil-hasil penelitian dan
inovasi teknologi pertanian kepada petani yang lebih efektif
dan efisien. Dengan mengintegrasikan TIK khusus-nya cloud
computing dalam pembangunan pertanian berkelanjutan
melalui peningkatan pengetahuan dan wawasan petani, maka
petani akan berpikir dengan cara berbeda, berko-munikasi
secara berbeda, dan mengerjakan kegiatan bertaninya secara
berbeda pula.
Cloud Computing
Istilah Cloud Computing akhir-akhir ini semakin sering
terdengar. Namun sebenarnya imple-mentasi konsepnya
sendiri sudah ada sejak puluhan tahun lalu, sebelum internet
berkembang seperti sekarang. Saat ini memang cloud
computing identik dengan internet. Namun bila dilihat dari
konsepnya, cloud juga ada pada jaringan yang lebih kecil,
seperti LAN atau MAN.
Telah banyak para ahli yang mendefinisikan Cloud
Computing atau komputasi awan. Salah satunya yang
didefinisikan oleh Scale (2009) adalah: Cloud computing can
be defined as simply the sharing and use of applications and
resources of a network environment to get work done without
concern about ownership and management of the network’s
resources and applications. With cloud computing, computer
resources for getting work done and their data are no longer
stored on one’s personal computer, but are hosted elsewhere
to be made accessible in any location and at any time.
Oleh Ercana (2010): Cloud computing is becoming an
adoptable technology for many of the organizations with its
dynamic scalability and usage of virtualized resources as a
service through the Internet.
Definisi yang hampir sama menurut Furht (2010) bahwa
cloud computing can be defined as a new style of computing
in which dynamically scalable and often virtualized resources
are provided as a services over the Internet.
Sedangkan menurut Hayes (2008) Cloud computing is a kind
of computing which is highly scalable and use virtualized
resources that can be shared by the users. Users do not need
any background knowledge of the services. A user on the
Internet can communicate with many servers at the same time
and these servers exchange information among themselves.
Kehadiran cloud computing pada awalnya untuk kalangan
industri. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hartig (2008),
Cloud computing is a new model of computing that is widely
being utilized in today's industry and society. Ada beberapa
alasan yang melatarbelakangi penerapan teknologi ini, antara
lain:
(1) Ini adalah sebuah model layanan berbasis Internet untuk
menampung sumberdaya sebuah perusahaan. Artinya
sebuah perusahaan tak perlu lagi memiliki atau
mendirikan infrastruktur lantaran sudah ada perusahaan
lain yang menyediakan “penampung” di cloud alias
Internet.
(2) Sebuah perusahaan tak perlu lagi mengalokasikan
anggaran untuk pembelian dan perawatan infrastruktur
dan software.
(3) Perusahaan pun tak perlu memiliki pengetahuan serta
merekrut tenaga pakar dan tenaga pengontrol
infrastruktur di “cloud” yang mendukung mereka.
National Institute of Standards and Technology (NIST),
Information Technology Laboratory memberikan dua buah
catatan mengenai pengertian cloud computing. Pertama,
cloud computing masih merupakan paradigma yang
berkembang. Definisi, kasus penggunaan, teknologi yang
mendasari, masalah, risiko, dan manfaat akan terus
disempurnakan melalui perdebatan baik oleh sektor publik
maupun swasta. Definisi, atribut, dan karakteristik akan
berkembang dan berubah dari waktu ke waktu. Kedua,
industri Cloud Computing merupakan ekosistem besar
dengan banyak model, vendor, dan pangsa pasar. Definisi ini
mencoba untuk mencakup semua pendekatan berbagai cloud
(Mell & Grance, 2009).
449
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung
Dari kedua catatan tersebut NIST mendefinisi-kan cloud
computing sebagai model untuk memungkinkan kenyamanan,
on-demand akses jaringan untuk memanfaatkan bersama
suatu sumberdaya komputasi yang terkonfigurasi (misalnya,
jaringan, server, penyimpanan, aplikasi, dan layanan) yang
dapat secara cepat diberikan dan dirilis dengan upaya
manajemen yang minimal atau interaksi penyedia layanan.
Model cloud computing mendorong ketersediaan dan terdiri
dari lima karakteristik, tiga model layanan, dan empat model
penyebaran (Mell dan Grance, 2009).
Karakteristik Cloud computing
NIST mengidentifikasi lima karakteristik penting dari cloud
computing (Mell & Grance, 2009) sebagai berikut:
1. On-demand self-service. Pengguna dapat memesan dan
mengelola layanan tanpa interaksi manusia dengan
penyedia layanan, misalnya dengan menggunakan,
sebuah portal web dan manajemen interface. Pengadaan
dan perlengkapan layanan serta sumberdaya yang terkait
terjadi secara otomatis pada penyedia.
2. Broad network access. Kemampuan yang tersedia melalui
jaringan dan diakses melalui mekanisme standar, yang
mengenalkan penggunaan berbagai platform (misalnya,
telepon selular, laptop, dan PDA).
3. Resource pooling. Penyatuan sumberdaya komputasi yang
dimiliki penyedia untuk melayani beberapa konsumen
menggunakan model multi-penyewa, dengan sumberdaya
fisik dan virtual yang berbeda, ditetapkan secara dinamis
dan ditugaskan sesuai dengan permintaan konsumen. Ada
rasa kemandirian lokasi bahwa pelanggan umumnya tidak
memiliki kontrol atau pengetahuan atas keberadaan lokasi
sumberdaya yang disediakan, tetapi ada kemungkinan
dapat menentukan lokasi di tingkat yang lebih tinggi
(misalnya, negara, negara bagian, atau datacenter).
Contoh sumberdaya termasuk penyimpanan, pemrosesan,
memori, bandwidth jaringan, dan mesin virtual.
4. Rapid elasticity. Kemampuan dapat dengan cepat dan
elastis ditetapkan.
5. Measured Service. Sistem cloud computing secara
otomatis mengawasi dan mengopti-malkan penggunaan
sumberdaya dengan memanfaatkan kemampuan
pengukuran (measuring) pada beberapa tingkat yang
sesuai dengan jenis layanan (misalnya, penyimpanan,
pemrosesan, bandwidth, dan account pengguna aktif).
Penggunaan sumberdaya dapat dipantau, dikendalikan,
dan dilaporkan sebagai upaya memberikan transparansi
bagi penyedia dan konsumen dari layanan yang
digunakan.
Sedangkan tiga jenis model layanan dijelaskan oleh NIST
(Mell dan Grance, 2009) sebagai berikut:
1. Cloud Software as a Service (SaaS). Kemampuan yang
diberikan kepada konsumen untuk menggunakan aplikasi
penyedia dapat beroperasi pada infra-struktur awan.
Aplikasi dapat diakses dari berbagai perangkat klien
melalui interface seperti web browser (misalnya, email
berbasis web). Konsumen tidak mengelola atau
mengendalikan infrastruktur awan yang mendasari
termasuk jaringan, server, sistem operasi, penyimpanan,
atau bahkan kemampuan aplikasi individu, dengan
kemungkinan pengecualian terbatas terhadap pengaturan
konfigurasi aplikasi pengguna tertentu.
2. Cloud Platform as a Service (PaaS). Kemampuan yang
diberikan kepada konsumen untuk menyebarkan aplikasi
yang dibuat konsumen atau diperoleh ke infrastruktur
cloud computing menggunakan bahasa pemrograman dan
peralatan yang didukung oleh provider. Konsumen tidak
mengelola atau mengendalikan infrastruktur awan yang
mendasari termasuk jaringan, server, sistem operasi, atau
penyimpanan, namun memiliki kontrol atas penyebaran
aplikasi dan memungkinkan aplikasi melakukan hosting
konfigurasi.
3. Cloud Infrastructure as a Service (IaaS). Kemampuan
yang diberikan kepada konsumen untuk memproses,
menyimpan, koneksi jaringan, dan komputasi sumberdaya
penting lainnya, dimana konsumen dapat menyebarkan
dan menjalankan perangkat lunak secara bebas, dapat
mencakup sistem operasi dan aplikasi. Konsumen tidak
mengelola atau mengendalikan infrastruktur awan yang
mendasari tetapi memiliki kontrol atas sistem operasi,
penyimpanan, penyebaran aplikasi, dan mungkin kontrol
terbatas komponen jaringan yang pilih (misalnya, firewall
host).
Model penyebaran cloud computing menurut NIST terdiri
dari empat model (Mell dan Grance, 2009), yaitu:
1. Private cloud. Awan swasta. Infrastruktur awan yang
semata-mata dioperasikan bagi suatu organisasi. Ini
mungkin dikelola oleh organisasi atau pihak ketiga dan
mungkin ada pada on premis atau off premis.
2. Community cloud. Awan komunitas. Infrastruktur awan
digunakan secara bersama oleh beberapa organisasi dan
mendukung komunitas tertentu yang telah berbagi
concerns (misalnya, misi, persyaratan keamanan,
kebijakan, dan pertimbangan kepatuhan). Ini mungkin
dikelola oleh organisasi atau pihak ketiga dan mungkin
ada pada on premis atau off premis.
3. Public cloud. Infrastruktur awan yang dibuat tersedia
untuk umum atau kelompok industri besar dan dimiliki
oleh sebuah organisasi yang menjual layanan awan.
4. Hybrid cloud. Awan Hibrid. Infrastruktur awan
merupakan komposisi dari dua atau lebih awan (swasta,
komunitas, atau publik) yang masih entitas unik namun
terikat bersama oleh standar atau kepemilikan teknologi
yang menggunakan data dan portabilitas aplikasi (e.g.,
cloud bursting for load-balancing between clouds).
Komponen Cloud Computing
Ada tiga komponen dasar cloud computing dalam topologi
yang sederhana menurut Velte (2010) yaitu clients,
datacenter, and distributed servers. Ketiga komponen dasar
tersebut memiliki tujuan dan peranan yang spesifik dalam
menjalankan operasi cloud computing.
Clients pada arsitektur cloud computing dikatakan: the exact
same things that they are in a plain, old, everyday local area
network (LAN). They are, typically, the computers that just sit
on your desk. But they might also be laptops, tablet
computers, mobile phones, or PDAs—all big drivers for
cloud computing because of their mobility. Clients are the
450
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung
devices that the end users interact with to manage their
information on the cloud.
Datacenter is the collection of servers where the application
to which you subscribe is housed. It could be a large room in
the basement of your building or a room full of servers on the
other side of the world that you access via the Internet. A
growing trend in the IT world is virtualizing servers. That is,
software can be installed allowing multiple instances of
virtual servers to be used. In this way, you can have half a
dozen virtual servers running on one physical server.
Sedangkan Distributed Servers merupakan penempatan
server pada lokasi yang berbeda. But the servers don’t all
have to be housed in the same location. Often, servers are in
geographically disparate locations. But to you, the cloud
subscriber, these servers act as if they’re humming away
right next to each other.
Komponen lain dari cloud computing adalah Cloud
Applications yang memanfaatkan cloud computing dalam
hal arsitektur aplikasi. Sehingga pengguna tidak perlu
menginstal dan menjalankan aplikasi dengan menggunakan
komputer.
Cloud Platform merupakan layanan berupa platform
komputasi yang berisi infrastruktur perangkat keras dan
perangkat lunak. Biasanya mempunyai aplikasi bisnis tertentu
dan menggunakan layanan PaaS sebagai infra-struktur
aplikasi bisnisnya.
Cloud Storage melibatkan proses penyampaian penyimpanan
data sebagai sebuah layanan.
Cloud Infrastructure merupakan penyampaian infrastruktur
komputasi sebagai sebuah layanan.
Keuntungan Cloud Computing
Menurut Furht (2010), teknologi cloud computing
memberikan keuntungan sebagai berikut (a) Flexibility, They
can decide how much storage space to use, and how much
processing power is required. While working to update
software applications, the process can be pushed out much
faster and more efficiently. Administrators can choose when
to update an application enterprise-wide all in real time. It is
up to them and how much they want to spend on IT with
cloud technology. (b) Scalability, With cloud computing one
person can go from small to large quickly. (c) Capital
Investment, With cloud computing, many rudimentary IT
purchases for things like hardware are no longer an issue as
long as that task or set of tasks can be performed by the
cloud. (d) Portability, With cloud computing technology,
organizations are able to use their computing power
wherever their people are as long as users are able to access
thin clients. Thin client access is pretty much available
everywhere that companies do business today, so this should
not even be an issue. With thin client technology the scale of
geography and time variation is flattened somewhat and this
allows companies that are trying to globally integrate to be
able to be more flexible than ever before.
Spinola (2009) menambahkan sedikitnya ada tiga kategori
utama dari keuntungan atau manfaat dari cloud computing,
yaitu ;
1. Delivery of service (faster time-to-value and time-tomarket)
2. Reduction of cost (CapEx vs. OpEx tradeoff and costs that
are more competitive)
3. IT department transformation (focus on innovation vs.
maintenance & implemen-tation)
Information Systems Audit and Control Association (ISACA)
menjelaskan beberapa manfaat bisnis utama yang ditawarkan
oleh cloud computing meliputi:
• Cost containment—The cloud offers enterprises the
option of scalability without the serious financial
commitments required for infrastructure purchase and
maintenance. There is little to no upfront capital
expenditure with cloud services. Services and storage are
available on demand and are priced as a pay-as-you-go
service. Additionally, the cloud model could assist with
cost savings in terms of wasted resources. Saving on
unused server space allows enterprises to contain costs in
terms of existing technology requirements and experiment
with new technologies and services without a large
investment. Enterprises will need to compare current
costs against potential cloud expenses and consider
models for TCO to understand whether cloud services
will offer the enterprise potential savings.
• Immediacy—Many early adopters of cloud computing
have cited the ability to provision and utilize a service in
a single day. This compares to traditional IT projects that
may require weeks or months to order, configure and
operationalize the necessary resources. This has a
fundamental impact on the agility of a business and the
reduction of costs associated with time delays.
• Availability—Cloud providers have the infrastructure and
bandwidth to accommodate business requirements for
high speed access, storage and applications. As these
providers often have redundant paths, the opportunity for
load balancing exists to ensure that systems are not
overloaded and services delayed. While availability can
be promised, customers should take care to ensure that
they have provisions in place for service interruptions.
• Scalability—With unconstrained capacity, cloud services
offer increased flexibility and scalability for evolving IT
needs. Provisioning and implementation are done on
demand, allowing for traffic spikes and reducing the time
to implement new services.
• Efficiency—Reallocating information manage-ment
operational activities to the cloud offers businesses a unique
opportunity to focus efforts on innovation and research and
development. This allows for business and product growth and
may be even more beneficial than the financial advantages
offered by the cloud.
• Resiliency—Cloud providers have mirrored solutions that
can be utilized in a disaster scenario as well as for loadbalancing
traffic. Whether there is a natural disaster
451
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung
requiring a site in a different geographic area or just
heavy traffic, cloud providers say they will have the
resiliency and capacity to ensure sustainability through
an unexpected event.
CSO Group (2010) menambahkan bahwa adanya
komputasi awan bagi perusahaan yang lebih besar tertarik
dengan struktur keuangan yang dapat menyimpan uang
mereka di berbagai bidang, termasuk:
• Capital expenses. Instead of dealing with amortization
and depreciation over the estimated life of equipment,
organizations pay a monthly or annual fee for cloud
computing contracts. That makes budgets more
predictable.
• IT budgets. With hardware, software and networking
capabilities outsourced, companies save on equipment
purchases, software licenses, upgrade fees and IT
management costs.
• Development costs. Rather than fronting the cost of building
and upgrading a custom application, companies rely
on a service provider to maintain and upgrade
applications.
Pemanfaatan Cloud Computing Dalam
Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan
Visi pembangunan pertanian berkelanjutan adalah
terwujudnya kondisi ideal skenario konstitusi Indonesia yang
disebut adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran
malapetaka kemiskinan. Visi ini diterima secara universal
sehingga pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian secara global,
termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah pengembangan
sistem pertanian menuju usahatani berkelanjutan merupakan
salah satu misi utama pembangunan pertanian di Indonesia.
Pembangunan pertanian berkelanjutan diimplementasikan ke
dalam rencana pembangunan jangka panjang Kementerian
Pertanian seperti yang tertuang dalam visi jangka panjangnya
sebagai berikut: “Terwujudnya sistem pertanian industrial
berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin
ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian”.
Pertanian industrial adalah sosok pertanian yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: (1) pengetahuan merupakan landasan
utama dalam pengambilan keputusan, memperkuat intuisi,
kebiasaan, atau tradisi; (2) kemajuan teknologi merupakan
instrumen utama dalam pemanfaatan sumberdaya; (3)
mekanisme pasar merupakan media utama dalam transaksi
barang dan jasa; (4) efisiensi dan produktivitas sebagai dasar
utama dalam alokasi sumberdaya; (5) mutu dan keunggulan
merupakan orientasi, wacana, sekaligus tujuan; (6)
profesionalisme merupakan karakter yang menonjol; dan (7)
perekayasaan merupakan inti nilai tambah sehingga setiap
produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan.
Sektor pertanian berperan sangat strategis dalam pengentasan
penduduk miskin di wilayah pedesaan karena sebagian besar
penduduk miskin di wilayah pedesaan bergantung pada
sektor tersebut. Dengan kata lain, sektor pertanian merupakan
sektor yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai
instrumen dalam pengentasan penduduk miskin. Kemajuan
sektor pertanian akan memberikan kontribusi besar dalam
penurunan jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan.
Demikian pula, basis bagi partisipasi petani untuk melakukan
perencanaan dan pengawasan pembangunan pertanian harus
dibangun sehingga petani mampu mengaktualisasikan
kegiatan usahataninya secara optimal untuk menunjang
pertumbuhan pendapatannya. Hasil-hasil pembangunan harus
terdistribusi makin merata antar sektor, antar subsektor dalam
sektor pertanian dan antar lapisan masyarakat agar tidak ada
lagi lapisan masyarakat yang tertinggal dan pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan meningkat.
Dalam “World Summit on the Information Society five years
on: Information and communications Technology for
Inclusive Development” (ESCAP 2008) dinyatakan bahwa
wilayah Asia-Pacific menghadapi berbagai tantangan dalam
menghadapi target tujuan pembangunan pada millennium
pertama (antara 1990 dan 2015), sejumlah penduduk
menderita karena kelaparan. Keberlanjutan pertanian dan
keamanan pangan terancam oleh rendahnya hasil pertanian,
miskinnya pengelolaan sumber daya tanah dan air, serta
pendidikan tenaga kerja bidang pertanian yang berada di
bawah standar. Kondisi penduduk tersebut juga sangat rentan
terhadap bencana, seperti kekeringan, banjir, gempa bumi
dan tanah longsor. Teknologi informasi dan komunikasi
dapat diterapkan dalam mendukung manajemen sumber daya,
pemasaran, penyuluhan dan mengurangi resiko kehancuran
untuk membantu meningkatkan produksi pangan dan
mengurangi ancaman terhadap ketahanan pangan.
Hasil penelitian Wahid (2006) terhadap pemanfaatan kafe
internet, faktanya diketahui bahwa penggunaan internet
(aplikasi teknologi informasi) cenderung dimanfaatkan
khususnya untuk meningkatkan kapabilitas pendidikan secara
personal dan pengalaman internet, sekolah-sekolah di
Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat memainkan
peranan yang penting dalam mengembangkan sikap dan
keahliannya untuk meningkatkan manfaat sosial dari
penggunaan web. Hal ini berarti juga mendidik masyarakat
dalam bagaimana caranya menggunakan web tersebut untuk
mencari informasi yang tepat dan relevan dalam bahasa yang
dapat dipahami. Selanjutnya, Purbo (2002) memiliki
argumentasi bahwa pergerakan golongan akar rumput
(grassroots movements) mendorong pengembangan akses dan
pemanfaatan internet di Indonesia.
Meskipun masih terdapat beberapa kendala sehingga
pemanfaatan TIK menjadi sangat kompleks dan sulit untuk
diadopsi, TIK sebenarnya dapat menyediakan kesempatan
yang lebih besar untuk mencapai suatu tingkatan tertentu
yang lebih baik bagi petani. Hal ini ditunjukkan ketika
beberapa lembaga penelitian dan pengembangan
menyampaikan studi kasus yang mendeskripsikan bagaimana
TIK telah dimanfaatkan oleh petani dan stakeholders
usahawan pelaku bidang pertanian sehingga memperoleh
peluang yang lebih besar untuk memajukan kegiatan
usahataninya. Keberhasilan pemanfaatan TIK oleh petani di
452
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung
Indonesia dalam memajukan usahataninya ditunjukkan oleh
beberapa kelompok tani yang telah memanfaatkan internet
untuk akses informasi dan promosi hasil produksinya.
Melalui akses informasi digital dari internet, petani mengenal
inovasi teknologi pertanian hasil penelitian dan
pengembangan yang dilakukan peneliti-peneliti Badan
Litbang Pertanian seperti budidaya komoditas tanaman
pangan, hortikultura dan sebagainya. Promosi melalui
internet dapat memutus hubungan petani dengan tengkulak
yang sering memberikan harga jauh di bawah harga pasar
(Sigit et al. 2006). Melalui Unit Pelayanan Informasi
Pertanian tingkat Desa–Program Peningkatan Pendapatan
Petani melalui inovasi (UPIPD-P4MI) yang dilaksanakan
oleh Badan Litbang Pertanian, petani di sekitar lokasi UPIPK
sudah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan
promosi hasil pertanian yang diusahakan (P4MI 2009).
Manfaat yang dapat diperoleh melalui kegiatan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi (Mulyandari 2005),
khususnya dalam mendukung pembangunan pertanian
berkelanjutan di antaranya adalah:
1. Mendorong terbentuknya jaringan informasi pertanian di
tingkat lokal dan nasional.
2. Membuka akses petani terhadap informasi pertanian
untuk: 1) Meningkatkan peluang potensi peningkatan
pendapatan dan cara pencapaiannya; 2) Meningkatkan
kemam-puan petani dalam meningkatkan posisi
tawarnya, serta 3) Meningkatkan kemam-puan petani
dalam melakukan diversifikasi usahatani dan
merelasikan komoditas yang diusahakannya dengan
input yang tersedia, jumlah produksi yang diperlukan
dan kemampuan pasar menyerap output.
3. Mendorong terlaksananya kegiatan pengembangan,
pengelolaan dan peman-faatan informasi pertanian
secara langsung maupun tidak langsung untuk
mendukung pengembangan pertanian lahan marjinal.
4. Memfasilitasi dokumentasi informasi per-tanian di
tingkat lokal (indigeneous know-ledge) yang dapat
diakses secara lebih luas untuk mendukung
pengembangan pertanian lahan marjinal.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui unit
kerjanya mempunyai tugas dalam penyebarluasan informasi
ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian, dan mempunyai
beberapa fungsi yang terkait pembangunan pertanian yakni
dalam hal penyebaran informasi teknologi dan hasil-hasil
penelitian pertanian melalui pengembangan jaringan
informasi dan promosi inovasi pertanian dan pengembangan
aplikasi teknologi informasi. Dengan tugas dan fungsi
tersebut tentunya Badan Litbang Pertanian juga bertanggung
jawab mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan
dengan menerapkan teknologi cloud computing.
Ketersediaan sumberdaya informasi menjadi salah satu
potensi lainnya yang penting bagi Badan Litbang Pertanian.
Berbagai jenis informasi pertanian dalam format yang
beragam tentunya menjadi sumber rujukan yang sangat
berharga bagi pencari informasi. Badan Litbang Pertanian
melalui unit kerjanya, PUSTAKA dapat menciptakan
Agricultural Information Repository yang mencakup seluruh
database perpustakaan UK/UPT lingkup Kementerian
Pertanian.
Infrastruktur teknologi informasi (TI) dan sumberdaya
manusia (SDM) yang menjadi penggerak dalam teknologi
cloud computing tentunya tidak dapat diabaikan begitu saja.
Ketersediaan kedua potensi ini harus saling bersinergi
sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal dalam
mewujudkan pemanfaatan cloud computing menuju
pembangunan pertanian berkelanjutan.
Hambatan Yang Dihadapi
Meskipun disadari TIK memiliki peranan yang sangat
penting dalam mendukung pembangun-an pertanian
berkelanjutan, namun sampai saat ini petani di dunia,
khususnya di Indonesia masih belum diperhitungkan dalam
bisnis TIK dan lingkungan kebijakan. Fakta yang agak
mengejutkan adalah bahwa aplikasi TIK memiliki kontribusi
yang tidak terukur secara ekonomi bagi masing-masing
GDPs. Dalam waktu yang sama, pemanfaatan TIK dalam
pembangunan pertanian berkelanjutan membutuhkan proses
pendidikan dan peningkatan kapasitas karena masih terdapat
kesenjangan secara teknis maupun keterampilan dalam bisnis
secara elektronik (e-business).
Berdasarkan Survei yang dilakukan oleh the International
Society for Horticultural Sciences (ISHS) hambatanhambatan
dalam mengadopsi TIK oleh petani khususnya
petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan;
kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan
manfaat TIK, waktu, biaya dari teknologi yang digunakan,
integrasi sistem dan ketersediaan software. Untuk responden
dari negara-negara berkembang menekankan pentingnya
“biaya teknologi TIK” dan “kesenjangan infrastruktur
teknologi (Taragola et al. 2009).
TIK memiliki peranan yang sangat penting dalam pertanian
modern dan menjaga keberlanjutan pertanian dan ketahanan
pangan. Namun demikian, untuk wilayah negara-negara
berkembang masih banyak mengalami kendala dalam
aplikasinya untuk mendukung pemba-ngunan pertanian
berkelanjutan. Tantangan yang umum dihadapi adalah bahwa
akses telepon dan jaringan elektronik di perdesaan dan
wilayah terpencil (remote area) sangat terbatas; telecenter
yang menawarkan layanan TIK masih langka karena biaya
yang diperlukan akibat tingginya investasi dan biaya
operasional yang dibutuhkan. Kekurangan pada tingkatan
lokal dalam aplikasi TIK perlu dipikirkan dalam merancang
strategi aplikasi TIK sesuai dengan kondisi di lapangan yang
spesifik lokasi baik melalui kapasitas teknologi tradisional,
seperti siaran radio pemerintah dan masyarakat perdesaan
dapat bekerja bersama untuk melayani pengguna atas dasar
profitabilitas di samping ada unsur sosial untuk mendukung
keberlanjutan aplikasi TIK di tingkat perdesaan.
Konsep Implementasi Cloud Computing
453
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung
Perkembangan TIK dalam perangkat komputer, teknologi
komunikasi, dan internet khususnya cloud computing dapat
digunakan untuk menjembatani informasi dan pengetahuan
yang ada di pusat informasi pertanian (Kementerian
Pertanian) ataupun lembaga penelitian dan pengembangan
pertanian lainnya. Akses terhadap komunikasi digital
membantu meningkatkan akses terhadap peluang usahatani
masyarakat dan meningkatkan pendapatan petani.
Salah satu yang direkomendasikan untuk implementasi TIK
dalam pemberdayaan di negara berkembang adalah sebuah
telecenter atau pusat multimedia komunitas. Diharapkan
dapat dilengkapi dengan akses internet dan penggunaan
telepon genggam untuk meningkatkan akses pengusaha dan
petani di perdesaan akses informasi untuk meningkatkan
kesejahteraannya. TIK merupakan alat yang sangat
bermanfaat untuk knowledge sharing, namun seringkali
belum dapat memecahkan permasalahan pembangunan yang
disebabkan oleh isu sosial, ekonomi dan politik. Informasi
pun seringkali belum dapat digunakan sebagai pengetahuan
karena belum mampu diterjemahkan langsung oleh
masyarakat (Servaes 2007).
Leeuwis (2004) menyatakan bahwa pesan dan teknologi
(inovasi) pertanian yang dipromosikan oleh para penyuluh
pertanian sering tidak sesuai dan tidak mencukupi. Hal ini
memberikan implikasi bahwa informasi yang ditujukan pada
petani dan penyuluh sangat terbatas.
Sistem pengetahuan dan informasi pertanian dapat berperan
dalam membantu petani dengan melibatkannya secara
langsung dengan sejumlah besar kesempatan, sehingga
mampu memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan
kondisi faktual di lapangan. Peningkatan efektivitas jejaring
pertukaran informasi antarpelaku agribisnis terkait
merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem
pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan dukungan
implementasi TIK melalui cloud computing dan peran aktif
berbagai kelembagaan terkait upaya untuk mewujudkan
jaringan informasi inovasi bidang pertanian sampai di tingkat
petani dapat diwujudkan. Keberhasilan proses knowledge
sharing inovasi pertanian sangat bergantung pada peran aktif
dari berbagai institusi terkait yang memiliki fungsi
menghasilkan inovasi pertanian maupun yang memiliki
fungsi untuk mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian.
Rekomendasi implementasi TIK melalui cloud computing
untuk menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan
dapat mendorong terjadinya knowledge sharing untuk
meningkatkan fungsi sistem pengetahuan dan informasi
pertanian. Dengan demikian, peningkatan efektivitas jejaring
pertukaran informasi antarpelaku agribisnis terkait
merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem
pengetahuan dan informasi pertanian.
Karena masih banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam
pemanfaatan cloud computing, maka hal ini dapat dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kondisi kesiapan sumber daya
yang ada di daerah. Pemanfaatan cloud computing diarahkan
untuk mendukung percepatan akses pelaku pembangunan
pertanian terhadap sumber informasi yang dibutuhkan
sekaligus merupakan sarana untuk mempercepat proses
pertukaran informasi antar pihak-pihak terkait dalam proses
pembangunan pertanian berkelanjutan.
Kesimpulan
Pembangunan pertanian berkelanjutan merupa-kan isu
penting yang strategis. Dalam menghadapi era globalisasi
pembangunan pertanian berkelanjutan tidak terlepas dari
pengaruh pesatnya perkembangan IPTEK pertanian termasuk
perkembangan di bidang teknologi informasi dan
komunikasi. Integrasi yang efektif antara TIK dalam sektor
pertanian akan menuju pertanian berkelanjutan melalui
penyediaan informasi pertanian yang tepat waktu dan relevan
memberikan informasi yang tepat guna kepada petani untuk
pengambilan keputusan dalam berusahatani, sehingga efektif
meningkatkan produktivitas, produksi dan keuntungan.
Pemanfaatan cloud computing sebagai sumber segala
informasi pertanian dapat memperbaiki aksesibilitas petani
dengan cepat terhadap informasi pasar, input produksi, tren
konsumen, yang secara positif berdampak pada kualitas dan
kuantitas produksi mereka. Informasi pemasaran, praktek
pengelolaan ternak dan tanaman yang baru, penyakit dan
hama tanaman/ternak, ketersediaan transpor-tasi, informasi
peluang pasar dan harga pasar masukan maupun hasil
pertanian sangat penting untuk efisiensi produksi secara
ekonomi.
Cloud Computing adalah sebuah cara yang memungkinkan
kita "menyewa" sumber daya teknologi informasi (software,
processing power, storage, dan lainnya) melalui internet dan
memanfaatkan sesuai kebutuhan pengguna dan membayar
yang digunakan saja oleh pengguna. Dengan konsep ini,
maka semakin banyak orang yang bisa memiliki akses dan
memanfaatkan sumber daya tersebut, karena tidak harus
melakukan investasi besar-besaran. Apalagi dalam kondisi
ekonomi seperti sekarang, setiap organisasi akan berpikir
panjang untuk mengeluarkan investasi tambahan di bidang
TIK.
Beberapa hambatan dalam pemanfaatan TIK khususnya
cloud computing untuk menuju pembangunan pertanian
berkelanjutan di antaranya adalah: belum memadainya
kapasitas di bidang teknologi informasi, infrastruktur
penunjang tidak mendukung operasi pengelolaan dan
penyebaran informasi pertanian yang berbasis teknologi
informasi, belum memadainya biaya untuk operasional
teknologi informasi terutama untuk biaya langganan ISP
untuk pengelolaan informasi melalui internet/cloud
computing, dan tempat akses informasi melalui aplikasi
teknologi informasi masih terbatas.
Daftar Pustaka
CSO Group (2010) Mitigating Security Risk in the Cloud.
Available at : http://eval. symantec.
com/mktginfo/enterprise/white_papers/bcso_
group_mitigating_security_risk_in_the
cloud_WP.en-us.pdf
454
e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011)
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung
Ercana, Tuncay (2010), Effective Use of Cloud Computing in
Educational Institutions. Procedia Social and
Behavioral Sciences 2 (2010) : p. 938–942.
FAO.1989. Sustainable Development and Natural Resources
Management. Twenty-Fifth Conference, Paper C 89/2
simp 2, Food and Agriculture Organization, Rome
Furht, Borko & Armando Escalante (2010) Handbook of
Cloud Computing. Springer : New York.
Hartig, K (2008) What is Cloud Computing? Cloud
Computing Journal available at:
http://cloudcomputing.sys-con.com/ node/579826
[accessed 25 Oct 2010]
Hayes, B (2008) Cloud Computing. Commu-nications of the
ACM, 51 (7), 9-11.
ISACA. (2009) Cloud Computing: Business Benefits With
Security, Governance and Assurance Perspectives.
Available at : http://www.isaca.org/Knowledge-
Center/Research/Documents/Cloud-Computing-
28Oct09-Research.pdf
Leeuwis C. 2004. Communication for Rural Innovation.
Rethinking Agricultural Extension. Third Edition.
Blackwell Publishing Ltd
Mark-Shane E. Scale (2009) Cloud Computing and
Collaboration. Library Hi Tech News, Vol. 26 Iss: 9,
pp.10 - 13).
Mell, P and Grance T (2009) NIST Definition of Cloud
Computing v15.
Mell, P and Grance T (2009) Presentation on Effectively and
Securely Using the Cloud Computing Paradigm v26.
Available at : http://csrc.nist.gov/groups/SNS/cloudcomputing/
cloud-computing-v26.ppt
Mulyandari RSH. 2005. Alternatif Model Diseminasi
Informasi Teknologi Pertanian Mendukung
Pengembangan Pertanian Lahan Marginal. Prosiding
Seminar Nasional Pemasyarakatan Inovasi Teknologi
dalam Upaya Mempercepat Revitalisasi Pertanian dan
Pedesaan di Lahan Marginal, Mataram, 30-31 Agustus
2005.
Munasinghe M. 1993. Environmental Economics and
Sustainable Development.
Pezzy, J. 1992. Sustainable Development Concepts : An
Economics Analysis. Environment Paper No. 2. The
World Bank, Washington, D.C.
Purbo OW. 2002. Kekuatan Komunitas Indonesia di Dunia
Maya. Panatau, 2(22).
Servaes J. 2007. Harnessing the UN System Into a Common
Approach on Communication for Development.
International Communication Gazette 2007; 69; 483.
Sigit Indra M, Widodo S, Wibisono A. [Laporan Khusus,
Gatra Nomor 38 Beredar Kamis, 3 Agustus 2006].
Spinola, M (2009) An Essential Guide to Possibilities and
Risks of Cloud Computing: a Pragmatic Effective and
Hype Free Approach for Strategic Enterprise Decision
Making.
Taragola DVL, Gelb E. 2009. Information and
communication Technology (ICT) adoption in
Horticulture: comparison of the EFITA, ISHS, and
ILVO questionnaires. 26-08-2009.
Velte, Anthony T.; Toby J. Velte, Ph.D.; Robert Elsenpeter.
(2010). “Cloud Computing: A Practical Approach”.
McGraw-Hill: New York. 20 Elsenpeter. (2010).
WCED. 1987. Our Common Future : The Bruntland Report.
Oxford University Press For the World Commission on
Environment and Development, New York.
UPIPD– Telecenter Kelayu Selatan. 2009. Laporan
Telecenter P4MI Kelayu Selatan Bulan Juni 2009. P4MI
Lombok Timur.

CLOUD COMPUTING

CLOUD COMPUTING
Cloud Computing menurut Peter Meel dan Timothy Grance di dalam draftnya berjudul The NIST Definition of Cloud Computing mendefinisikan bahwa cloud computing sebagai sebuah model yang memungkinkan  adanya penggunaan sumber daya (resource) secara bersama sama dan mudah, menyediakan jaringan akses dimana-mana, dapat dikonfigurasi, dan layanan yang digunakan sesuai keperluan (on demand). Hal ini berarti layanan pada cloud computing dapat disediakan dengan cepat dan minimalisir interaksi dengan penyedia layanan (vendor/provider) cloud computing.
Kemunculan cloud computing dilatarbelakangi oleh kebutuhan dunia industri dan komputerisasi akan pemanfaatan bersama sumber daya komputasi yang tersebar namun dapat digunakan sesuai keperluan (on demand). Cloud computing adalah teknologi web 2.0, teknologi web service, serta kemampuan komputasi otomatis yang dilakukan komputer (automatic computation) terkait dengan manajemen sumber daya yang dimilikinya. Cloud Computing memiliki karakteristik, yaitu :
-          On Demand Self Service
Pengguna layanan cloud dapat menyediakan sendiri semua keperluan dan kapabilitas terkait dengan komputasi pada cloud computing.
-          Broad Network Access
Layanan cloud yang memerlukan akses jaringan komputer yang memadai, baik pada internet, intranet, atau kombinasi keduanya.
-          Resource Pooling
Sumber daya komputasi dapat diberdayakan secara bersama – sama dengan lokasi yang berbeda – beda (tidak terpusat pada satu lokasi.
-          Rapid Elasticity
Layanan cloud computing dimana terjadi elastisitas yang cepat pada layanan cloud sesuai dengan kebutuhan pengguna yang bersifat on demand .
-          Measured Service
Layanan cloud computing yang dapat diukur , pengukuran layanan melalui Qos (kualitas layanan) dan Qoe (pengguna layanan)

Kunci utama dalam cloud computing adalah adanya virtualisasi dan ditunjang dengan adanya beragam server yang berada di banyak tempat, akan menjadikan cloud computing yang dapat melayani pengguna dengan lebih optimal.

Penerapan Cloud Computing dalam bidang telekomunikasi


Penerapannya adalah dengan menyediakan layanan sistem informasi yang terpusat, dengan artian data – data yang yang tersebar di berbagai daerah dapat dikelola dan dipantau oleh pusat data. Keuntungan cloud computing dalam bidang telekomunikasi :
1.       Masih jarangnya sumber daya manusia yang mampu mengelola sistem informasi secara menyeluruh di daerah-daerah. Dengan penggunaan teknologi cloud computing, masalah maintenance jaringan inti dan aplikasi inti dapat dilakukan ahli nya secara remote tanpa harus datang ke masing-masing daerah. Perawatan infrastruktur di lapanagan (daerah) hanya sebatas hardware dan software user serta koneksi ke jaringan internet saja.
2.       Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) potensial yang tersebar di berbagai pelosok dan daerah memungkinkan untuk dijangkau dan diintegrasikan ke dalam suatu sistem e-commerce yang terintegrasi secara nasional melalui cloud computing.
3.       Biaya investasi untuk implementasi cloud computing jauh lebih rendah bila dibandingkan implementasi infrastruktur sistem informasi secara menyeluruh untuk satu daerah (server dan client side)
4.       Proyek Palapa Ring, program Desa Berdering dan Desa Pintar dari Kominfo merupakan langkah awal yang sangat baik untuk mengantarkan Indonesia menuju broadband economy, tinggal bagaimana tugas kita mengelola, menjaga dan memanfaatkannya dengan maksimal untuk mengoptimalkan potensi yang masih belum dioptimalkan ini. Penerapan cloud computing dinilai mampu menjadi trigger yang mempercepat geliat ekonomi yang berimplikasi pada meningkatnya daya beli masyarakat serta menarik minat investor.

Perusahaan yang menggunakan Cloud Computing dalam bidang telekomunikasi.


XCloud

Deskripsi

XL sebagai operator penyedia jasa telekomunikasi selular terdepan di Indonesia menyediakan beragam layanan dengan berbasis teknologi jaringan GSM. Komitmen XL untuk terus memberikan kualitas layanan yang handal dan tepat guna akan kebutuhan pelanggan dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.
Salah satu solusi layanan yang telah dikembangkan XL dalam mempermudah anda dalam aktifitas dan bisnis pribadi atau koporat adalah dengan menggunakan teknologi Cloud Computing atau Komputasi Awan.
Komputasi awan adalah sebuah cara baru untuk memindahkan layanan yang digunakan sehari-hari ke Internet, serta mempermudah anda dalam mengatur dan berbagi sumber daya teknologi informasi (TI) baik dari sisi perangkat keras, perangkat lunak, infastruktur pendukung, maupun layanan terkait lainnya.

Description: Product Description ImageXL dalam pengembangan teknologi komputasi awan ini menawarkan 3 jenis servis komputasi awan kepada anda. Ketiga servis komputasi awan tersebut adalah Infrastruktur as a Services (IaaS), Platform as a Services (PaaS), dan Software as a Services (SaaS).





                                                                                                                                                                 

Layanan

Di era yang sangat maju ini, XL dalam pengembangan teknologi komputasi awan ini menawarkan 3 jenis servis komputasi awan kepada anda. Ketiga servis komputasi awan tersebut adalah Infrastruktur as a Services (IaaS), Platform as a Services (PaaS), dan Software as a Services (SaaS).
Infrastruktur as a Services (IaaS)
Infrastruktur as a Services adalah adalah sebuah servis dari komputasi awan dimana anda dapat menggunakan infrastruktur IT dalam virtual atau melalui internet, seperti komputer, server, storage atau yang lainnya. Anda bisa definisikan seberapa besar atau spesifikasi dari infrastruktur IT yang anda inginkan. Sebagai contoh adalah anda menyewa komputer virtual, dimana anda bisa menggunakannya sesuai kebutuhan anda.
Platform as a Services (PaaS)
Platform as a Services adalah sebuah servis dari komputasi awan dimana anda dapat mendapatkan sebuah platform berikut sistem operasi, network, database engine, framework aplikasi, serta yang lainya. Anda dapat menjalankan aplikasi yang anda buat di platform tersebut. Anda tidak perlu bingung untuk menyiapkan platform dan memelihara platform karena servis platform ini menjadi tanggung jawab dari penyedia layanan.
Software as a Services (SaaS)
Software as a Services adalah sebuah servis dari komputasi awan dimana anda dapat menggunakan software (perangkat lunak) yang telah disediakan melalui virtual atau internet. Dalam perkembangan teknologi komputasi awan ini, software yang dulu hanya anda bisa gunakan dengan melakukan instalasi pada komputer anda, sekarang anda bisa menggunakannya melalui internet.

Produk

 







                                                                                                                                                                      
1.     XCloud Server
Fasilitas yang kami sediakan untuk anda :
-          Pilih jenis server maupun kapasitas sesuai kebutuhan anda
-          Server anda siap hanya dalam hitungan menit
-          Virtualisasi dengan menggunakan teknologi VMware
-          Akses online untuk pengaturan dan open API
-          Koneksi network dengan high availability ke Tier-1 backbone internet global

2.     XCloud Storage
Fasilitas yang kami sediakan untuk anda :
-          Storage dengan performa tinggi dan redundan yang dapat diakses secara online berbasiskan teknologi SAN
-          Kapasitas dapat disesuaikan dengan cepat dan mudah
-          Dapat menyimpan file dari yang berukuran kecil sampai dengan 5 GB
-          Koneksi network dengan high availability ke Tier-1 backbone internet global
 






                                                                                                                                                                           
3.     Free 2 GB
XCloud menyediakan layanan terbaru bagi pelanggan XL yang menggunakan smartphone Android untuk menyimpan data di cloud storage dengan berbagai kemudahan seperti:
 







                                                                                                                                                                         

Referensi :
-          Eka Pratama,I.P.A., (2013) : Smart city beserta cloud computing dan teknologi – teknologi pendukung lainnya.Bandung.